Senin, 05 Desember 2011

Nikmati Kopinya, Bukan Cangkirnya

Sekelompok alumni satu University California of Bekeley yang telah mapan dalam karir masing-masing berkumpul dan mendatangi professor kampus mereka yang telah tua. Percakapan segera terjadi dan mengarah pada komplain tentang stess di pekerjaan dan kehidupan mereka.

Profesor menawari tamu-tamunya kopi, kemudian pergi ke dapur dan kembali dengan poci besar berisi kopi serta cangkir berbagai jenis - dari porselin, plastik, gelas, kristal, gelas biasa, beberapa diantara gelas mahal dan beberapa lainnya sangat indah - dan mengatakan pada para mantan mahasiswanya untuk menuang sendiri kopinya.
Setelah semua mahasiswanya mendapat secangkir kopi di tangan, professor itu mengatakan: "Jika kalian perhatikan, semua cangkir yang indah dan mahal telah diambil, yang tertinggal hanyalah gelas biasa dan yang murah saja.
Meskipun normal bagi kalian untuk menginginkan hanya yang terbaik bagi diri kalian, tapi sebenarnya itulah yang menjadi sumber masalah dan stress yang kalian alami, bila kalian lupa menikmati keinginan itu."

"Pastikan bahwa cangkir itu sendiri tidak mempengaruhi kualitas kopi. Dalam banyak kasus, itu hanya lebih mahal dan dalam beberapa kasus bahkan menyembunyikan apa yang kita minum.
Apa yang kalian inginkan sebenarnya adalah kopi terbaik, bukanlah cangkirnya, namun kalian secara sadar mengambil cangkir terbaik dan kemudian mulai memperhatikan cangkir orang lain."

"Sekarang perhatikan hal ini: Kehidupan adalah kopinya. Cangkirnya adalah uang, harta benda, jabatan, serta posisi dalam masyarakat. Sedangkan pekerjaan, dapat menjadi cangkir, dapat juga menjadi kopi.”

“Kalau anda justru bergembira dan bahagia saat bekerja, menjadi lebih bersemangat saat bekerja, dan saat bekerja bagi anda merupakan tamasya atau bermain-main. Maka pekerjaan itu merupakan KOPI”.

Sebaliknya, bila saat bekerja justru mudah stress, tidak bersemangat, merasa terbebani, mudah lelah, dsb-nya. Maka pekerjaan itu merupakan CANGKIR”.

Cangkir bagaikan alat untuk memegang dan mengisi kehidupan. Jenis cangkir yang kita miliki tidak mendefinisikan atau juga mengganti kualitas kehidupan yang kita hidupi.
Seringkali, karena berkonsentrasi hanya pada cangkir, kita gagal untuk menikmati kopi yang Tuhan sediakan bagi kita."

“Tuhan memasak dan membuat kopi, bukan cangkirnya
Jadi nikmatilah kopinya, jangan cangkirnya”.

Bagi anda yang belum merasakan nikmatnya saat bekerja, berusaha dan berlatihlah terus-menerus sedemikian rupa sehingga pekerjaan anda dapat menjadi kopi, bukan menjadi cangkir.

Bila anda sudah mampu menjadikan pekerjaan sebagai kopi, maka kualitas kopi maupun cangkirnya otomatis akan meningkat terus, dan bersamaan dengan itu, dalam keseharian anda akan selalu bahagia.

Anda pasti bisa melakukannya, karena Tuhan memberikan kemampuan itu kepada manusia.

Semoga bemanfaat.

Rawa, Sumber daya potensial untuk kesejahteraan masyarakat


Rawa merupakan salah satu sumber daya alam yang perlu dilindungi dan dapat didayagunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Namun hingga saat ini, kita lebih pandai dalam membangun namun kurang dalam hal merawat.  Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum (PU) yang diwakili oleh Kepala Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia (BPKSDM) Departemen PU Iwan Nursyirwan pada pembukaan Seminar Sehari Pengelolaan Rawa yang Berkelanjutan Rabu (23/08) di Jakarta. 

Demikian juga dalam penanganan lahan rawa, perlu pengelolaan dan perawatan yang intensif agar lahan tetap produktif. Sebab dengan memelihara dana dalam jumlah yang besar dapat dihemat dan mencegah kerusakan, yang dengan demikian dana dapat dialokasikan secara maksimal pada kegiatan lain yang lebih menguntungkan.
Dengan luas lahan yang cukup besar yakni 33,4 juta hektar yang tersebar di 4 pulau besar menjadikan rawa salah satu potensi negara yang patut dimanfaatkan semaksimal mungkin. Dalam hal ini ada 3 pihak yang mempunyai peran dalam pengembangan rawa yaitu pemukim asli atau pendatang, pihak pemerintah, dan pihak swasta. 

Berkaitan dengan pengembangan rawa, Pemerintah sendiri menggunakan pendekatan pengembangan secara bertahap. Dimana pada awalnya ditujukan untuk sistem drainase dan prasarana pendukung yang hanya dikhususkan untuk pertanian padi yang kemudian pada tahap selanjutnya sistem drainase ditingkatkan dan dukungan pertanian diberikan untuk meningkatkan produksi dan usaha diversifikasi pertanian. 

Menurut Iwan Nursyirwan, saat ini Pemerintah melalui Ditjen SDA Departemen PU sedang menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah tentang rawa yang merupakan salah satu amanat dari UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dimana dalam UU ini disebutkan bahwa tiga pilar utama yang mendasari kegiatan berkaitan dengan sumber daya air adalah konservasi, pendayagunaan serta pengendalian daya rusak. 

Sasaran yang ingin dicapai dalam pengelolaan rawa adalah melindungi dan melestarikan rawa, pendayagunaan yang bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat, mendukung pembangunan regional yang seimbang, mengurangi masalah lingkungan yang mungkin timbul serta mempertahankan keseimbangan ekosistem. 

Pengelolaan rawa itu sendiri perlu dilakukan secara terpadu yaitu dengan melibatkan semua pemilik kepentingan (stakeholders) dan antar wilayah administrasi melalui mekanisme koordinasi. Dalam hal keterpaduan, Direktorat Jenderal Pengairan telah memulai kegiatan ISDP (Integrated Swamp Development Project) tahun 1996-2000 yaitu di Kalimantan Barat, Riau, dan Jambi, bekerjasama dengan Departemen Dalam Negeri, Departemen Pertanian serta institusi daerah (Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, dan Dinas Pekerjaan Umum) serta P3A. 

Sejak tahun 2002-2006, Ditjen SDA Departemen PU bekerjasama dengan pemerintah Belanda serta dengan melibatkan Departemen Pertanian, Universitas Sriwijaya, Bulog divisi regional Sumatera Selatan dan Bupati Banyuasin juga telah memperlihatkan keterpaduan pengelolaan rawa di Telang Saleh Sumatera Selatan. Hasilnya adalah meningkatnya produksi padi dari 2-4 ton/ha menjadi 5-7 ton/ha. 

Selain itu telah dihasilkan beberapa Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut, dimana segala sesuatu berkaitan dengan pengembangan rawa pasang surut sudah diatur mulai dari aspek umum yang mengetengahkan potensi dan kendala pada pengembangan rawa dan peranan prasarana pengairan hingga lingkungan fisik sekitar serta satuan tanah dan kesesuaian lahan. 

Seminar dengan tajuk “Pengelolaan Rawa yang Berkelanjutan” ini merupakan rangkaian akhir dari hibah Belanda untuk pengelolaan lahan rawa pasang surut di Telang Saleh Sumatera Selatan, dan diselenggarakan oleh Ditjen SDA Departemen PU bekerjasama dengan Rijkswaterstaat Netherlands. 

Diharapkan seminar yang diikuti sekitar 150 orang ini dapat menghasilkan rumusan dan rencana aksi untuk pengelolaan rawa yang berkelanjutan di masa mendatang, sebagaimana harapan Menteri PU agar kegiatan-kegiatan seperti seminar ini tidak hanya membahas apa yang telah tertulis pada makalah namun menyerap apa yang telah didiskusikan dan kemudian menuangkannya dalam action plan sesuai kondisi masing-masing.

Sumber : www.pu.go.id, 25 Agustus 2006

10 Ide Unik Dalam Mengatasi Masalah Lingkungan

1. Melingkari bumi dengan kaca pemantul sinar

Ketika anda sedang berada di pantai, anda mungkin ingin menghindari silaunya sinar matahari dengan memakai kacamata hitam atau sebuah topi. Beberapa ilmuwan mengusulkan strategi serupa dalam menurunkan pemanasan global: membuat sebuah cincin pemantul sinar matahari dan debua angkasa di orbit sekitar daerah khatulistiwa.
Ide ini akan menurunkan jumlah radiasi sinar matahari yang mengenai planet dan beberapa pemicu gas rumah kaca. Ide liar ini akan berbiaya sangat mahal, dengan potensi harga sekitar trilyunan dollar Amerika.

2. Mengisi laut dengan material besi

Ini adalah ide dasarnya: proses fotosintesis plankton memerlukan karbon dioksida dari udara untuk membuat makanan. Ketika plankton mati, mereka akan tenggelam ke dasar lautan bersama dengan karbon yang di hisapnya.
Karena besi merangsang pertumbuhan plankton, beberapa orang menyatakan untuk memupuk lautan dengan material besi untuk menciptakan banyak plankton yang dapat menghisap karbon dioksida.
Beberapa perusahaan swasta bergabung untuk menumpahkan besi ke dalam laut untuk menjual kredit karbon, tetapi para ilmuwan mempertanyakan seberapa efektifkah penyerapan karbon. Beberapa kelompok pecinta lingkungan juga memperingatkan bahwa besi dapat melukai ekosistem lokal.

3. Terus gerakkan dan campurkan lautan

Ahli lingkungan dan pakar masa depan James Lovelock, pencipta hipotesa Gaia, membuat skema yang lucu dalam mengatasi pemanasan global. Ide lovelock adalah menggunakan pipa untuk menstimulasi bercampurnya lautan-lautan di dunia, sampai ke kedalaman, air kaya nutrsi akan memberi makan kumpulan ganggang yang akan mengisap karbon dioksida dari atmosfir dan tenggelam bersama ganggang ke dasar lautan ketika mati. Tetapi metode ini hanya bersifat sementara, karena pemanasan akan terus terjadi.

4. Mengisi udara dengan belerang

Beberapa tipe aerosol atau penyegar udara, partikel-partikel kecil akan terperangkap di udara dan mengakibatkan efek pendinginan di atmosfir. Partikel-partikel ini akan menghalangi beberapa radiasi panas matahari dan menghamburkannya kembali ke angkasa.
Efek pendinginan pada iklim bumi biasanya dapat terlihat setelah letusan gunung berapi, yang mana memuntahkan berjuta-juta ton belerang ke dalam atmosfir. Beberapa ilmuwan menyatakan bahwa untuk mentetralkan pemanasan global, kita dapat meniru perilaku alam dengan menginjeksikan belerang ke dalam atmosfir. Satu masalah yang akan muncul adalah rencana ini akan mengakibatkan hujan asam.

5. Biarkan cacing berada di dapur

Cacing dapat berguna dengan meletakkan mereka ke dalam sampah organik yang selanjutnya berubah menjadi kompos.

6. Rubah pola makan

Jika orang Amerika banyak berjalan dan menghindari makan daging merah, kita dapat menurunkan emisi karbon dioksida dan menyerang epidemi kegemukan. Seorang ilmuwan telah menghitung bahwa jika semua orang Amerika berusia antara 10 sampai 74 tahun berjalan kaki setengah jam sehari sebagai pengganti naik mobil, maka itu akan memotong emisi karbon dioksida sebanyak 64 juta ton (dan juga beberapa kilogram berat tubuh).
Badan pangan PBB, Food and Agriculture Organization melaporkan bahwa industri daging merah bertanggung jawab atas 18% dari emisi gas, melalui penggunaan pupuk buatan, pupuk kandang dan energi yang diperlukan untuk transportasi pakan ternak dan daging merah.

7. Mengubur gas karbon

Ketika kita terus memanasi bumi dengan karbon dioksida, beberapa ilmuwan mengusulkan untuk menarik gas karbon dioksida yang berlebih dan menyimpannya ke suatu tempat, mungkin di bawah tanah, lapisan batu bara atau ladang gas dan minyak yang sudah kosong.
Untuk melakukannya, karbon dioksida harus di pisahkan dari pabrik, di kompresi dan di injeksikan ke bawah tanah, yang mana akan bertahan selama ribuan tahun. Masih terdapat beberapa pertanyaan mengenai biaya penyedotan karbon dioksida dari pabrik, dan masalah lingkungan terhadap bocornya gas dari dalam tanah.

8. Hidup dengan sampah

Ini bukan berarti anda harus berhenti membuang sampah setiap minggu dan memulai hidup di lautan tisu dan pembungkus makanan. Seorang ahli teknik dari University of Leeds di Inggris telah membuat material bangunan dari bahan limbah (seperti kaca daur ulang, abu bekas pembakaran).
Bitublocks ini dapat digunakan untuk membangun rumah. Selain itu dalam pembuatannya juga memakan energi lebih sedikit dibandingkan dengan pembuatan batako. Ilmuwan lain juga telah mengajukan proposal penggunaan material limbah dari peternakan unggas, seperti bulu ayam untuk membuat plastik ramah lingkungan.

9. Memotong emisi gas

Proposal untuk merubah polusi yang dihasilkan oleh pembangkit energi, membatasi jumlah karbon dioksida pada bisnis, industri atau negara, atau pengenaan pajak terhadap emisi gas akan membawa emisi ke level yang lebih rendah secara menyeluruh, dan banyak negara telah menandatangani secara sukarela janji untuk memotong emisi pada Protokol Kyoto. Beberapa negara bagian, terutama California, telah mendorong suatu regulasi untuk mengatasi karbon dioksida.

10. Membatasi penggunaan kantong plastik dan lampu pijar

Ini mungkin terdengar seperti keputusan yang terburu-buru, tetapi San Francisco, Cina dan Australia semua sudah menerapkannya. Cina menginginkan membersihkan negaranya dari “polusi putih” — kantong-kantong plastik yang menyumbat jalan dan pembuangan air.
Australia berharap memotong emisi gas rumah kaca dan menurunkan tagihan listrik rumah tangga dengan menghapus secara bertahap pemakaian lampu pijar. Beberapa ukuran telah meraih momentum-nya dalam tahun terakhir dengan campur tangan pemerintah dalam melawan sampah plastik dan lampu yang tidak efisien.
Tetapi sebelum anda khawatir mengenai bagaimana anda membawa barang grosir anda, terdapat beberapa alternatif seperti: kantong kertas daur ulang dan lampu neon yang lebih efisien.

http://kabarlingkunganku.wordpress.com/2010/01/22/10-ide-unik-dalam-mengatasi-masalah-lingkungan/

sejarah hari lingkungan hidup sedunia


Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang pertama kali dicetuskan pada tahun 1972 sebenarnya merupakan rangkaian kegiatan lingkungan dari dua tahun sebelumnya ketika seorang senator Amerika Serikat Gaylord Nelson menyaksikan betapa kotor dan cemarnya bumi oleh ulah manusia, maka ia mengambil prakarsa bersama dengan LSM untuk mencurahkan satu hari bagi usaha penyelamatan bumi dari kerusakan. Pada tanggal 22 April 1970 Gaylord Nelson memproklamasikan Hari Bumi (Earth Day), sehingga tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Bumi (Earth Day). Di Indonesia sendiri peringatan Hari Bumi tidak begitu banyak diketahui oleh masyarakat bila dibandingkan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 5 Juni. 

Secara prinsip tidak ada perbedaan antara Hari Bumi dan Hari Lingkungan, hanya saja sejarahnya yang berbeda. Hari Bumi diprakarsai oleh masyarakat dan diperingati terutama oleh LSM maupun organisasi yang berorientasi kepada pelestarian lingkungan hidup, sedangkan Hari Lingkungan didasarkan dari Konferensi PBB mengenai Lingkungan hidup yang diselenggarakan pada tanggal 5 Juni 1972 di Stockholm, sehingga tanggal konferensi tersebut ditetapkan sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. 

Indonesia juga ikut terlibat dalam konferensi tersebut dengan hadirnya Prof. Emil Salim yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Bappenas. Hari Lingkungan Hidup Sedunia bersifat lebih resmi dan diperingati oleh masyarakat dan pemerintah di seluruh dunia. Tujuan kedua peringatan hari tersebut adalah sama yaitu untuk menggugah kepedulian manusia dan masyarakat pada lingkungan hidup yang cenderung semakin rusak.

Plutokrasi, Korporatokrasi, dan Korupsi (Studi Koalisi Pembunuh Hak Asasi Lingkungan Hidup Indonesia)

Tema: Reformasi Birokrasi untuk Lingkungan Hidup

Oleh : Ikhsanudin (Mahasiswa Teknik Kimia UGM)
Tanggal : Senin, 31 Mei 2010 


PLUTOKRASI, korporatrokasi, dan korupsi adalah musuh utama lingkungan hidup Indonesia bahkan juga menjadi musuh utama lingkungan hidup seluruh dunia, disadari ataupun tidak. Hal itu diakibatkan oleh rusaknya birokrasi Indonesia yang sudah mencapai level tingkat stadium tingkat akhir.

Reformasi birokrasi yang hanya dilakukan dalam tataran permukaan tidak akan sanggup memecah gurita yang memiskinkan lingkungan hidup Indonesia, bahkan memaksa lingkungan hidup untuk kembang-kempis tanpa nafas. Karena penjahat-penjahat lingkungan hidup itu sudah menguasai birokrasi bahkan merekalah yang membuat birokrasi. Apalagi saat ini mereka telah membentuk koalisi. Lebih jauh dari itu sekretariat bersama "tidak peduli pada lingkungan" telah terbentuk di pelataran birokrasi Indonesia.

Mulai dari Plutokrasi. Plutokrasi adalah pemerintahan yang dikuasai oleh orang-orang yang bermodal besar, kaya rasa, dan menguasai sebagian besar aset-aset negara. Seperti dikemukakan oleh Bapak Sofyan Effendi, mantan rektor UGM, pemilik aset terbesar di negeri ini hanya berjumlah 12 keluarga. Dan keluarga pemilik perusahaan yang sebagian besar bergerak dalam eksplorasi dan eksploitasi, yang nota bene mau tidak mau lingkungan hidup mendapat pengaruhnya, ternyata juga menjadi oknum pemerintahan. Dan alangkah berbahayanya ketika pemilik modal dan perusahaan eksploitasi yang biasanya sewenang-wenang terhadap lingkungan karena mazhab ekonomi yang mengharuskan untung sebesar-besarnya dengan pengeluaran sekecil-kecilnya, menjadi penentu kebijakan dan mempunyai akses pemerintahan.

Akan hancurlah tatanan lingkungan tanpa orang-orang penyebabnya ini menennggung apa yang diusahakan. Lumpur lapindo menjadi contoh nyata bagaimana lingkungan hidup yang hancur akibat lumpur tidak segera diatasi. Pihak pelakunya tidak bertanggung jawab dalam merecovery kemanusiaan apalagi lingkungan hidupnya. Kerusakan parah telah melanda, termasuk persawahan, air laut yang tercemari oleh lumpur, yang disinyalir mengandung Cadmium yang bisa jadi akan menyebabkan terulangnya tragedi Minamata Jepang. Tetapi plutokrasi menutup pertanggungan jawab itu semua. Lingkungan hidup rusak tanpa pelakunya bisa tersapu keadilan secara merata. Yah, platokrasi membuat keadilan hilang. Hak asasi lingkungan hidup tidak lagi dipandang. Keluarga salah tetap terbela karena mereka adalah penguasa pemerintahan. 

Korporatokrasi tak kalah kejamnya. Korporatokrasi adalah pemerintahan dari Korporat, oleh Korporat dan untuk Korporat. PT Freeport adalah gajah di pelupuk mata sebagai contoh korporatokrasi yang negara tidak sanggup untuk melawannya. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) telah berulang kali bersuara terhadap masalah penambangan Freeport yang merusak ekosistem dengan sangat cepatnya. Boleh jadi ketika kontrak yang diperpanjang oleh Megawati itu berakhir, gunung itu telah menjadi lembah cekung dan kerusakan ekosistem yang parah.

Kerusakan lingkungan hidup akibat Freeport  telah jelas terbentang dan terkuak salah satunya oleh Muhammad Amien Rais. Akan tetapi negara telah kalah oleh Korporatokrasi multinasional yang mampu mengalahkan Indonesia, bahkan negara yang dalam kondisi benar pun tunduk. Ahli hukum Internasional pasti tahu bahwa kerjasama harus menguntungkan kedua belah pihak dan tidak boleh merugikan satu pihak. Ketika ingkungan mejadi rusak itu adalah kerugian yang bisa dinegosiasikan ulang. Akan tetapi begitulah kenyataan yang terjadi. Lagi-lagi lingkungan hidup hak asasinya terzalimi.

Masih juga satu lagi pembunuh hak asasi lingkungan hidup Indonesia, bahkan seluruh dunia juga bisa terbunuh olehnya yaitu korupsi. Korupsi dengan segala pengertiannya yang terbukti mempunyai konstituen pengikut yang banyak. Korupsi ini tidak hanya mampu merenggut kehormatan birokrat Indonesia, bahkan juga bisa merenggut Lembaga Swadaya Masyarakat pelindung lingkungan sekalipun.

Korupsi penjahat lingkungan ini dimulai dari pembuatan peraturan dan undang-undang yang mempunyai implikasi kepada lingkungan hidup. Anggota dewan yang terhormat mulai dari awalnya telah mendapat pesanan dari para penjahat lingkungan. Dengan uang yang dimilki mengajak wakil yang dipilih rakyat kedalam kenikmatan yang melenakan, sehingga kualitas keputusan undang-undang yang dihasilkan itu akan mengikuti siapa yang memberikan makanan. Lingkungan hidup yang merana dan meronta ternyata tak bisa mencapai telinga sang penguasa aspirasi. Tertutup matanya, bahwa lingkungan inilah selama ini yang menghidupi paru-parunya dengan oksigennya, membuat indahnya pemandangan dunia dengan hijaunya, dan lingkungan itulah yang menjadi tempat berlindung bagi biota-biota dan menjaga ekosistem alam. Jikalau sistem kseimbangan lingkungan ini dirubah chaos akan terjadi dan meruntuhkan negeri.

Terbayang dalam ingatan betapa bermasalahnya Undang-Undang Minerba, Undang-Undang Penanaman Modal, maupun Peraturan Pemerintah tentang Hutan Lindung yang sangat bisa ditebak siapa yang memesan itu. Di dalamnya klausul-klausulnya kelestarian lingkungan digadaikan dengan sangat murahnya  dan begitu tidak elegannya. Tanpa tedeng aling-aling lagi para pembuat kebijakan melakukan perusakan terhadap keberlangsungan hak-hak lingkungan yang nantinya juga manfaatnya akan kembali ke manusia lagi. Dan hal itu tidak lain kecuali dikarenakan adanya praktek-praktek korupsi yang terjadi namun tidak kasat mata di mata publik.

Tidak hanya berhenti disana saja, korupsi yang menyandera negara, seperti kata Amien Rais, mempunyai andil besar dalam perusakan lingkungan hidup negeri ini. Cobalah tilik bupati-bupati, atau gubernur-gubernur yang melakukan hal itu di daerahnya sendiri. Merusak lahan, merusak lingkungan hidup. Di salah satu daerah contohnya, pemerintah setempat melegalkan  penambangan pasir  besi  dipinggir pantai yang pasti dampak terhadap lingkungan akan signifikan. Ancaman ekstrusi, abrasi, pencemaran, tak terhindarkan lagi.

Belum lagi nantinya ada LSM Lingkungan yang mendapatkan order untuk mendukung program pro-lingkungan dari CSR perusahaan eksploitator lingkungan, tetapi sungguh hal itu hanya untuk menutupi keburukan perusahaan tersebut.

Mereka bertiga sekarang berkoalisi, membentuk aliansi yang kuat dan tidak mudah tergoyahkan. Merusak, menghancurkan, kembali merusak, dan kembali menghancurkan alam. Sekretariat mereka adalah birokrasi pemerintah itu sendiri. Dan untuk mengahancurkan para penghianat hak asas lingkungan hidup itu, langkah pertama adalah menghancurkan, koalisi mereka, diikuti penghancuran terhadap masing-masing dengan cara yang elegan.

Cara awal yang harus segera ditempuh adalah penindakan secara tegas para penjahat lingkungan yang masih berkliaran, entah di hutan, di pantai, di daerah pertambangan atau dimanapun itu yang menjadi ladang operasi mereka. Kasus korupsi hutan yang menyalahgunakan HPH harus diusut sampai akar-akarnya.

Kembangkan kasus kejahatan lingkungan yang belum tersentuh, dan dengan keberanian ekstra melawan kezaliman itu. Freeport yang sedemikian parahnya harus diajak untuk negosiasi ulang. Indonesia dalam posisi benar, dan ketika maju di pengadilan Internasional pun akan menang. JIka presiden tidak mau menteri lingkungan hidup terutama harus berani maju, rakyat akan ada dibelakang membela hal itu.

Pembatasan terhadap kepemilikan aset negara terutama yang berpengaruh pada lingkungan manjadi salah satu yang penting untuk dilakukan. Sehingga mereka yang duduk di lingkaran kekuasaan sedikit akan menggunakan pengaruhnya akibat keuntungan yang tidak signifikan.

Peraturan-peraturan lingkungan yang menjadi payung perusak lingkungan segera di yudisial reviewkan dan diganti dengan peraturan yang berpihak pada lingkungan.

Tentu saja paradigma pembangunan yang melestarikan lingkungan hidup ditanamkan ke dalam generasi muda dalam kurikulum pendidikan. Karena kalaulah langkah-langkah tadi gagal, generasi baru ini mungkin menjadi solusi yang mencerahkan. (*)

http://www.mediaindonesia.com/webtorial/klh/?ar_id=NzQzMw==

Peranan dan Urgensi Ethics dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

Tema: Pengelolaan Sumber Daya Alam

Oleh : Dimas Bagus Wiranata Kusuma, Candidate Master of Economics International Islamic University Malaysia
Tanggal : Senin, 31 Mei 2010  

 Potensi Kekayaan Alam Indonesia
Tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia dikenal sebagai negara Megabiodiversity karena keanekaragaman sumberdaya hayatinya, meliputi hewan, tumbuhan, bentangan alam, dan kandungan alam yang cukup luas. Ditambah lagi dengan lingkungan pesisir dan panjang garis pantai yang mencapai 81,000 kilometer serta kepulauan sebanyak 17,000 pulau, maka Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan pemilik ekosistem terkaya di dunia. Menempati sekitar 1,3% wilayah bumi, Indonesia diberikan areal hujan tropis terluas ketiga di dunia berikut kekayaan mineral di dalamnya. World Bank (1994) menyebutkan bahwa 10% tanaman dan bunga yang ada di dunia, 12 % jenis binatang menyusui, 17% jenis burung, 25% jenis ikan, kesemuanya berada di Indonesia. Selain itu, dalam dunia pertambangan Indonesia tercatat sebagai negara dengan kandungan mineral kandungan mineral yang berlimpah. Ditegaskan oleh fakta bahwa Indonesia menempati posisi kedua untuk komoditas timah, posisi terbesar keempat untuk tembaga, posisi kelima untuk nikel, terbesar ketujuh untuk emas, dan kedelapan untuk komoditas batu bara. sehingga dengan posisi demikian, kekayaan tambang berkontribusi 11% dari pendapatan ekspor dan 2,5% dari GDP.

Untuk siapa SDA Indonesia?
Ironisnya, dibalik kekayaan alam yang begitu melimpah, tersingkap kenyataan bahwa banyak menyimpan ketidakadilan khususnya dalam distribusi penguasaan sumber daya alam (SDA). Penguasaan dan pengelolaan SDA selama ini belum mampu meningkatkan dan menempatkan rakyat Indonesia sebagai target menuju gerbang kesejahteran sebagaimana amanah UUD 1945 pasal 33 ayat 3, "Bumi, air, dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikusasi oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". Tampaknya semangat kapitalis mampu mengaburkan tujuan penguasaan dan pengelolaan SDA oleh negara, yang sesungguhnya semata-mata demi dan untuk keuntungan rakyat, bukan sebaliknya. Sejak tahun 1967, misalnya, pemerintah mengeluarkan izin berupa Kontrak Karya seluas 84.152.875,92 Ha atau separuh luas daratan Indonesia untuk dieksploitasi. Namun, menurut Walhi (1994) eksploitasi hutan oleh HPH menunjukkan bahwa 85% dinikmati oleh pengusaha sendiri, dan sisanya oleh pemerintah. Indikasi lain ketidakberpihakan bagi rakyat tampak pada angka penyerapan kerja yang terlibat dalam usaha perkayuan, yaitu pada HPH yang hanya sekitar 153.438 orang berbanding sekitar 20 juta orang yang mengharapkan pekerjaan akibat kemiskinan yang berkepanjangan. Dipihak lain, dalam sektor pertambangan, Indonesia telah memulai kontrak karya dengan PT Freport Indonesia sejak 1967 untuk konsesi 30 tahun. Indikasi ketidakadilan tampak pada royalty yang disetor kepada negara yang menurut laporan Econit hanya sekitar 1-3,5% atau sekitar 479 juta Dolar AS (SWA, 1997). Berdasarkan laporan GATRA (1998), jumlah itu terlampau kecil jika dibandingkan dengan pendapatan yang diterima sekitar 1,5 miliar Dollar (1996) dan hanya disisihkan 1% sebagai dana pengembangan masyarakat Papua.             
                                                                           
Mengapa Mis-management terjadi?
Hakikatnya sumber daya alam disediakan oleh sang pencipta untuk keberlangsungan hidup dan kemakmuran manusia dengan pemerintah sebagai pengelolanya. Dengan demikian, dalam setiap pengambilan kebijakan dan putusan menyangkut SDA, pemenuhan dan kepentingan rakyat mutlak mendapat prioritas. Seperangkat peraturan telah banyak dikeluarkan dengan harapan dapat memastikan efektivitas pengelolaan SDA, baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan. Ini pulalah yang kemudian menjadi hasil dari Konferensi Stockholm (1972) serta dikukuhkan sebagai dasar konsep "Konsep Pembangunan Berkelanjutan". Akan tetapi, dalam konsideran TAP IX/MPR/2001 menyatakan bahwa pengelolaan SDA selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, dan ketimpangan struktur penguasaan dikarenakan perundang-undangan yang saling tumpang tindih dan bertentangan yang secara implisit sebenarnya dapat mengancam keberlangsungan konsep tersebut. Dengan demikian, dapatkah kita menjustifikasi bahwa tumpulnya peraturan pengelolaan SDA apakah dikarenakan telah mandulnya fungsi pengawasan dan penegakan negara, atau menunjukkan makin akutnya krisis legitimasi negara dalam mengawal implementasi peraturan lingkungan hidup, atau hegemoni kekuatan asing yang sedemikian kuat mencengkram sehingga mampu membelokkan idealisme negara?
 
Krisis Ethics?
Menyikapi ketidakefektifan peraturan dalam manajemen pengelolaan SDA, maka, jika kita masih mengharapkan adanya solusi yang tuntas terhadap permasalahan ini, maka kita sudah tidak bisa lagi mengharapkan solusi-solusi yang hanya ada dalam wilayah ilmu ekonomi semata. Solusi yang dibutuhkan seharusnya adalah solusi yang lebih bersifat fundamental, yaitu solusi yang mengarah pada terjadinya perubahan pada sistem nilai yang diyakini para pelaku ekonominya. Penekanan unsur ethics dalam aktivitas ekonomi adalah suatu keniscayaan karena ethics sebenarnya adalah panduan tidak tertulis yang muncul sebagai aturan dan didorong oleh faktor "kebenaran" untuk diimplementasikan dalam berbagai konteks kehidupan. Pendeknya, ethics dapat mendorong setiap orang untuk dapat memisahkan dan mengidentifikasi perihal yang baik dan tidak dalam mengamati serta akhirnya memutuskan untuk dilakukan atau tidak. Dengan demikian integrasi ethics ke dalam ekonomi akan mendorong kegiatan ekonomi lebih produktif karena perilaku manusia terarah menjadi lebih terkendali, berkeadilan, dan jauh dari konflik kepentingan. Sebaliknya pengenyampingan ethics akan berdampak pada munculnya banyak peraturan yang terkesan kompleks dan costly karena banyaknya kepentingan yang sama-sama ingin dipuaskan. Hal ini pada gilirannya melupakan target sebenar dari setiap penyusunan suatu peraturan yaitu semata-mata melindungi dan memperjuangkan hak dan kepentingan rakyat.
Mulai Dari Mana?

Sonny Keraf (2002) menegaskan bahwa kegagalan dalam memahami etika pembangunan berkelanjutan telah berdampak pada kelirunya dalam mengimplementasikan paradigma yang memuat prinsip kerja pembangunan. Karenanya reformasi paradigma individu dapat dijadikan permulaan dalam membentuk paradigma utuh pembangunan berkelanjutan. Paradigma adalah cara pandang seseorang dalam menyikapi sesuatu dimana ia bergantung pada seberapa tinggi tingkat kepahaman akan filosofi etika itu sendiri. Ethics sebenarnya adalah sistem nilai yang berdasar pada nilai-nilai agama. Sehingga membangun paradigma berbasis spiritual mutlak menjadi titik tolak dalam membangun etika pembangunan. Tentunya, dalam perkembangannya pembentukan etika sangat erat terkait dengan unsur reason dan revelation. Unsur reason (alasan) adalah pernilaian subjektif yang muncul dari pikiran individu berdasar pada pengetahuan dan pengalaman selama proses kehidupan, dimana ia bisa dinilai dan berakhir dengan baik dan tidak. Oleh karenanya, unsur reason perlu dilengkapi dengan unsur revelation, yaitu dalam konteks ini adalah panduan nilai agama. Tak dipungkiri bahwa agama berisi seperangkat aturan atau sistem nilai universal yang mengarahkan semua aktivitas manusia menuju kebenaran universal. Pada akhirnya penekanan etika dalam pembangunan akan membantu dalam memupus persaingan yang merugikan, kecemburuan, bahkan memperkuat solidaritas sosial, serta menciptakan kecenderungan pada pemenuhan rasa keadilan. Pendek kata, konsep dan prinsip pembangunan berkelanjutan yang mencoba mendinamiskan dan menyeimbangkan pengelolaan lingkungan dan optimalisasinya terhadap perekonomian dapat diterapkan hanya bila para pelaku ekonomi mendasarkan dan memasukkan unsur etika (ethics) dalam implementasi kebijakan dan setiap perilakunya.

Kesimpulan
Indonesia merupakan negara yang dianugerahi kekayaan alam yang sangat berlimpah. Kelimpahan tersebut sepenuhnya telah diamanatkan kepada negara/pemerintah untuk dikelola demi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam upaya optimalisasi pengelolan SDA bagi ekonomi rakyat dan negara, maka seperangkat peraturan dibuat sebagai dasar kegiatan dan kebijakan. Sayangnya, banyaknya peraturan tidak menjamin keteraturan dan justeru tumpang tindih bahkan bertentangan. Dengan demikian, internalisasi unsur etika (ethics) oleh pelaku ekonomi serta meletakkan paradigma pembangunan yang tidak hanya mengandalkan unsur reason, namun juga revelation (nilai agama) diyakini dapat membantu mengembalikan prinsip dan konsep yang digagas dalam jargon pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Akhirnya, integralisasi etika dalam kegiatan ekonomi diharapkan dapat berdampak luas pada kesejahteraan rakyat dan kemakmuran negara di masa mendatang.  

http://www.mediaindonesia.com/webtorial/klh/?ar_id=NzQ4MA==

Dari Lawan Menjadi Kawan

Tema: Implikasi UU No 32 Tahun 2009

Oleh : Deni Kusumawardani (Staf pengajar Fak. Ekonomi Unair, Surabaya)
Tanggal : Kamis, 22 April 2010 Aspek Pembaruan
  
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan respon terhadap kompleksitas masalah lingkungan yang dihadapi Indonesia saat ini. UU baru tersebut merupakan pengganti dari UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang belum mengakomodir isu-isu aktual seperti: pemanasan global dan perubahan iklim; kerusakan lingkungan; serta otonomi daerah. Penambahan kata "perlindungan" pada UU baru menunjukkan ruang lingkup yang lebih luas, dimana lingkungan tidak hanya dikelola sebagai modal pembangunan, tetapi juga perlu dilindungi dari kerusakan untuk menjamin pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).

Kelebihan yang menjadi perbedaan mendasar UU baru dari UU lama adalah adanya penguatan tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dengan mengintegrasikan aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan (Penjelasan UU No. 32 Tahun 2009). Beberapa konsep baru, seperti: kajian lingkungan hidup strategis (KLHS); ekoregion; kearifan lokal; dan instrumen ekonomi lingkungan hidup, ditujukan agar perlindungan dan pengelolaan lingkungan dapat berjalan lebih efektif.


Instrumen Ekonomi
Salah satu poin penting dari UU No. 32 Tahun 2009 adalah penggunaan instrumen ekonomi untuk mengendalikan kerusakan lingkungan, yang meliputi: (1) internalisasi aspek lingkungan ke dalam perencanaan pembangunan ekonomi; (2) pendanaan lingkungan; serta (3) insentif dan disinsentif. Langkah tersebut dipandang sebagai upaya untuk 'mengawinkan' aspek ekonomi dan aspek lingkungan yang dalam banyak dianggap bertentangan. Kegiatan ekonomi sering dituding sebagai 'biang kerok' dari kerusakan lingkungan, sehingga pembangunan ekonomi dijadikan sebagai 'lawan' dari pelestarian lingkungan. Akan tetapi, beberapa fakta empiris membuktikan bahwa kedua aspek tersebut mempunyai hubungan positif, artinya kemajuan di bidang ekonomi justru dapat mendorong usaha pelestarian lingkungan melalui pendanaan regulasi di bidang lingkungan, kemajuan teknologi dan perubahan struktur produksi, serta kesadaran terhadap lingkungan.

Walapun masih terdapat perdebatan ilmiah, sebenarnya di antara kedua aspek tersebut dapat terjadi hubungan 'simbiosis mutualisme'. Artinya, pembangunan ekonomi membutuhkan barang dan jasa lingkungan sebagai modal pembangunan, tetapi pelestarian lingkungan juga membutuhkan dukungan sumberdaya yang dihasilkan oleh pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, aspek ekonomi semestinya tidak dijadikan sebagai 'lawan', tetapi 'kawan' dari aspek lingkungan. Itulah sebenarnya yang menjadi spirit dari penggunaan instrumen ekonomi dalam kebijakan perlindungan dan pengelolan lingkungan yang tertuang dalam UU baru tersebut.

Ide untuk mengintegrasikan aspek ekonomi dan aspek lingkungan dalam pembangunan bukanlah barang baru. Konsep pembangunan berkelanjutan yang pertama kali dicetuskan oleh World Commission on Environment and Development � WECD tahun 1987 pada hakikatnya bertujuan untuk menjaga harmonisasi kedua aspek tersebut. Para ahli sepakat bahwa aspek ekonomi dan aspek lingkungan merupakan pilar utama dari pembangunan berkelanjutan. Akan tetapi, di Indonesia konsep tersebut hanya sebatas wacana dan belum direalisasikan secara serius dalam perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan. Salah satu penyebabnya adalah tidak ada aspek legal formal yang membalut konsep tersebut menjadi suatu peraturan yang bersifat mengikat. Oleh karena itu, UU No. 32 Tahun 2009 yang memperkenalkan instrumen ekonomi sebagai alat untuk mengendalikan kerusakan lingkungan merupakan solusi nyata bagi upaya pengintegrasian kedua pilar pembangunan berkelanjutan tersebut.


Valuasi Ekonomi
Prasyarat utama untuk menjamin bekerjanya instrumen ekonomi dalam kebijakan lingkungan adalah pemberian nilai ekonomi (dinyatakan dalam satuan moneter) pada barang dan jasa lingkungan, atau dikenal dengan istilah valuasi ekonomi (economic valuation). Walaupun menimbulkan kontroversi, bahkan dianggap sesuatu yang 'haram' (illicit) dan tidak bermoral, namun valuasi ekonomi sangat diperlukan untuk mengestimasi nilai ekonomi barang dan jasa lingkungan dalam rangka mengintegrasikan aspek lingkungan dan aspek ekonomi. Selama ini, banyak yang beranggapan bahwa lingkungan adalah 'anugerah dari Tuhan' yang dapat dikonsumsi secara gratis. Dalam istilah ekonomi barang dan jasa lingkungan tesebut dikenal sebagai 'barang bebas' (free good) yang tidak dapat dimasukkan ke dalam perhitungan ekonomi karena tidak mempunyai harga. Persepsi tersebut dapat mendorong eksplotasi sumberdaya alam yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, menempatkan barang dan jasa lingkungan sebagai barang ekonomi (economic good) merupakan prinsip dasar dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang baik.

Untuk barang dan jasa lingkungan yang diperdagangkan di pasar, valuasi ekonomi relatif mudah karena nilai ekonomi dapat diestimasi dari harga pasar aktual. Akan tetapi, jika barang dan jasa lingkungan tidak diperdagangkan di pasar, maka dibutuhkan teknik valuasi yang lebih kompleks. Untuk kasus tersebut, para ahli ekonomi telah mengembangkan berbagai teknik valuasi yang secara umum dapat dibagi ke dalam dua pendekatan, yaitu: (1) berdasarkan pasar pengganti (surrogate market); dan (2) berbasis survei.

Faktanya, sebagian besar barang dan jasa lingkungan tidak mempunyai pasar. Penyebabnya adalah tidak adanya hak kepemilikan (property right) yang jelas untuk barang dan jasa lingkungan, padahal hak kepemilikan tersebut merupakan salah satu syarat penting untuk bekerjanya suatu pasar. Dengan demikian, teknik valuasi lebih banyak menggunakan pendekatan non-pasar yang secara umum membutuhkan biaya yang besar, waktu yang cukup lama, dan tenaga ahli yang kompeten. Ini merupakan kendala utama yang menyebabkan keengganan untuk melakukan pekerjaan tersebut.

Keuntungan Ekonomi
Pertanyaan rasional yang muncul adalah apakah kebijakan di bidang lingkungan dapat menguntungkan secara ekonomis? Jawabannya mungkin "tidak" dalam jangka pendek tetapi "ya" dalam jangka panjang. Kebijakan lingkungan dapat dianalogikan sebagai kegiatan investasi, yaitu mengorbankan keuntungan sekarang untuk mengharapkan keuntungan yang lebih besar di masa yang akan datang. Dalam jangka pendek, pemerintah harus mengeluarkan biaya yang besar untuk melindungi dan mengelola lingkungan. Tetapi dalam jangka panjang, pengeluaran tersebut dapat memberikan manfaat yang besar bagi keberlanjutan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Pengalaman membuktikan bahwa kerusakan lingkungan dapat menimbulkan biaya sosial (social cost) yang besar serta menghapus hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai. Bila hal tersebut terjadi, maka kesejahteraan sosial (social welfare) yang menjadi tujuan akhir dari pembangunan ekonomi secara makro akan jauh dari kenyataan.

Bagi sektor usaha, kebijakan lingkungan dalam jangka pendek akan membawa proses perubahan pada berbagai aspek, seperti komposisi produksi, teknologi, dan struktur biaya. Internalisasi aspek ekonomi ke dalam kegiatan ekonomi dapat memperbesar biaya produksi yang berimplikasi pada berkurangnya keuntungan. Tetapi dalam jangka panjang, sektor usaha justru akan menikmati penghematan biaya jika menerapkan proses yang ramah lingkungan. Selain itu, dari sisi permintaan, kebutuhan dan tuntutan konsumen terhadap produk yang ramah lingkungan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan. Ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi sektor usaha untuk merespon permintaan pasar tersebut. (*) 

http://www.mediaindonesia.com/webtorial/klh/?ar_id=NzAxNA==

Sabtu, 03 Desember 2011

akses internet makin mudah

















Penggunaan Internet di Indonesia telah melampaui media tradisional dan berada di peringkat kedua setalah televisi. Demikian hasil sebuah survei yang diselenggarakan Yahoo! dan TNS di kota-kota di seluruh Indonesia. Meningkatnya ketersediaan paket biaya Internet yang murah dari operator dan semakin terjangkaunya smartphone yang mampu mengakses Internet telah mendorong pertumbuhan ini dalam beberapa tahun terakhir. Perkembangan ini juga berkontribusi terhadap meningkatnya penggunaan media sosial serta adopsi perdagangan elektronik.

Jaringan sosial menempati 89 persen dan menduduki posisi puncak dari daftar aktivitas online paling populer, disusul dengan portal Web di 72 persen. Sementara itu, penggunaan mesin pencari tumbuh 70 persen, dan aktivitas membaca berita di 61 persen. Hasil ini mungkin sedikit mengejutkan karena jaringan sosial tidak mencapai hasil persentase yang lebih tinggi, padahal adopsi dan penggunaan jejaring sosial sangat luas di kalangan pengguna Internet Indonesia.

Hasil survei ini telah berubah secara signifikan sejak pertama kali dilakukan. Pada tahun 2009, semua kegiatan di atas diwakili oleh sekitar 57 persen dari responden kecuali untuk aktivitas membaca berita yang hanya 47 persen. Pergeseran ini dapat dengan mudah dikaitkan dengan pertumbuhan penggunaan Internet di masyarakat Indonesia yang berumur antara 15 hingga 24 tahun yang mencari hiburan, musik, game, dan platform diskusi online.

Namun penelitian ini juga mengungkapkan, sementara pengunaan Internet di kalangan penduduk lebih muda telah mencapai pertumbuhan yang lebih besar, pengguna Internet tengah baya Indonesia mengakses Internet secara lebih sering. 

Kembali pada tahun 2009, warung Internet adalah lokasi yang dominan bagi masyarakat Indonesia untuk mengakses Internet, namun dengan munculnya paket Internet yang lebih terjangkau dan pertumbuhan perangkat mobile, kunjungan ke lokasi-lokasi seperti itu turun dari 89 persen menjadi hanya 60 persen. Penggunaan Internet menggunakan ponsel meroket dari 22 persen menjadi 58 persen sementara akses Internet dari rumah bertumbuh dua kali lipat dari 16 persen menjadi 32 persen. Walau angka dari penelitian ini agak berbeda dengan hasil parsial dari survei Nielsen yang dirilis bulan ini, keduanya menunjukkan tren penggunaan Internet yang serupa. Kedua survei menemukan bahwa perangkat mobile adalah sarana yang memberikan dampak signifikan pada peningkatan penggunaan Internet di masyarakat Indonesia.

Survei Yahoo! dan TNS mencakup hampir 3000 responden berusia antara 15 dan 50 di semua segmen sosial ekonomi yang telah menggunakan Internet antara Januari dan Maret tahun 2011.

DailySocial.net

banjir ....

Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air. Peristiwa banjir timbul jika air menggenangi daratan yang biasanya kering. Banjir adalah hal yang rutin. Setiap tahun pasti datang. Banjir, sebenarnya merupakan fenomena kejadian alam "biasa" yang sering terjadi dan dihadapi hampir di seluruh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Banjir sudah temasuk dalam urutan bencana besar, karena meminta korban besar.

Berdasarkan sumber air yang menjadi penampung di bumi, jenis banjir dibedakan menjadi tiga, yaitu banjir sungai, banjir danau, dan banjir laut pasang.
 
Banjir bisa terjadi karena beberapa sebab, diantaranya seperti berikut:
  • Banjir bisa terjadi karena tidak tertampungnya aliran air di sungai atau dalam sistem drainase. Tidak tertampung karena terjadi penambahan volume air yang tinggi, sehingga air dapat meluap keluar dari badan sungai atau drainase.
  • Banjir bisa disebabkan oleh tingginya jumlah curah air hujan. Jumlah curah hujan yang tinggi melebihi kemampuan kecepatan dan volume air yang mengalir, sehingga terjadi ketidak seimbangan.
  • Banjir bisa disebabkan karena berkurangnya kapasitas tampung sungai dan system drainase. berkurangnya kapasitas misalnya karena bertambahnya jumlah endapan lumpur sehingga terjadi pendangkalan.
  • Banjir bisa disebabkan karena kurangnya daerah resapan air hujan. Air hujan yang jatuh ke tanah seharusnya mengalir ke tempat yang rendah atau meresap ke dalam tanah. Tetapi jika permukaan tanah semakin banyak digunakan untuk kepentingan konstruksi bangunan permanen, maka daerah resapan semakin mengecil dan air tergenang di permukaan tanah.
  • Banjir bisa disebabkan oleh lokasinya yang lebih rendah dari permukaan sekitar. Daerah rendah memang menjadi sasaran utama air dan menjadi aliran akhir air yang mengalir
  • Bisa disebabkan oleh pasang naik air laut. Pasangnya air laut memiliki daya dan arus tersendiri sehingga dapat menghambat laju aliran air sungai yang akan keluar, dan mendesak air sungai kembali dan meluap.
  • Banjir cenderung terjadi di dataran rendah, muara dan berdekatan dengan laut.
  • Cenderung terjadi di wilayah yang terlalu banyak bangunan sehingga kurang daerah resapan. 
  • Banjir cenderung terjadi di wilayah yang curah hujannya banyak atau tinggi.
Banjir dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup berupa: rusaknya areal pemukiman penduduk, sulitnya mendapatkan air bersih, rusaknya sarana dan prasarana penduduk, rusaknya areal pertanian, timbulnya penyakit-penyakit, menghambat transportasi darat.


Sumber : wikiepedia.co.id 

Jumat, 02 Desember 2011

tentang hujan

Hujan adalah sebuah presipitasi berwujud cairan, berbeda dengan presipitasi non-cair seperti salju, batu es dan slit. Hujan memerlukan keberadaan lapisan atmosfer tebal agar dapat menemui suhu di atas titik leleh es di dekat dan di atas permukaan Bumi. Di Bumi, hujan adalah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di daratan. Dua proses yang mungkin terjadi bersamaan dapat mendorong udara semakin jenuh menjelang hujan, yaitu pendinginan udara atau penambahan uap air ke udara. Virga adalah presipitasi yang jatuh ke Bumi namun menguap sebelum mencapai daratan; inilah satu cara penjenuhan udara. Presipitasi terbentuk melalui tabrakan antara butir air atau kristal es dengan awan. Butir hujan memilik ukuran yang beragam mulai dari pepat, mirip panekuk (butir besar), hingga bola kecil (butir kecil).

Kelembapan yang bergerak di sepanjang zona perbedaan suhu dan kelembapan tiga dimensi yang disebut front cuaca adalah metode utama dalam pembuatan hujan. Jika pada saat itu ada kelembapan dan gerakan ke atas yang cukup, hujan akan jatuh dari awan konvektif (awan dengan gerakan kuat ke atas) seperti kumulonimbus (badai petir) yang dapat terkumpul menjadi ikatan hujan sempit. Di kawasan pegunungan, hujan deras bisa terjadi jika aliran atas lembah meningkat di sisi atas angin permukaan pada ketinggian yang memaksa udara lembap mengembun dan jatuh sebagai hujan di sepanjang sisi pegunungan. Di sisi bawah angin pegunungan, iklim gurun dapat terjadi karena udara kering yang diakibatkan aliran bawah lembah yang mengakibatkan pemanasan dan pengeringan massa udara. Pergerakan truf monsun, atau zona konvergensi intertropis, membawa musim hujan ke iklimsabana. Hujan adalah sumber utama air tawar di sebagian besar daerah di dunia, menyediakan kondisi cocok untuk keragaman ekosistem, juga air untuk pembangkit listrik hidroelektrik dan irigasi ladang. Curah hujan dihitung menggunakan pengukur hujan. Jumlah curah hujan dihitung secara aktif oleh radar cuaca dan secara pasif oleh satelit cuaca.
 
Dampak pulau panas perkotaan mendorong peningkatan curah hujan dalam jumlah dan intensitasnya di bawah angin perkotaan. Pemanasan global juga mengakibatkan perubahan pola hujan di seluruh dunia, termasuk suasana hujan di timur Amerika Utara dan suasana kering di wilayah tropis. Hujan adalah komponen utama dalam siklus air dan penyedia utama air tawar di planet ini. Curah hujan rata-rata tahunan global adalah 990 millimetre (39 in). Sistem pengelompokan iklim seperti sistem pengelompokan iklim Köppenmetana, besi, neon, dan asam sulfur. menggunakan curah hujan rata-rata tahunan untuk membantu membedakan kawasan-kawasan iklim. Antarktika adalah benua terkering di Bumi. Di daerah lain, hujan juga pernah turun dengan kandungan metana, besi, neon, dan asam sulfur.

selengkapnya klik: http://id.wikipedia.org/wiki/Hujan

jenis hutan di indonesia

ndonesia adalah salah satu negara yang memiliki hutan yang luas di dunia. Luas hutan tersebut dulu mencapai 113 juta hektar dan terus berkurang drastis akibat kebodohan oknum pemerintah dan penjahat yang selalu haus uang dengan membabat dan menggunduli hutan demi mendapat keuntungan yang besar tanpa melihat dampak bagi lingkungan global.

Nah, pembaca pasti ingin tau berapa jenis kah hutan yang ada di indonesia?
  1. Hutan Bakau, yakni hutan yang tumbuh di daerah pantai berlumpur. Contoh: pantai timur kalimantan, pantai selatan cilacap, dll.
  2. Hutan Sabana, yakni hutan padang rumput yang luas dengan jumlah pohon yang sangat sedikit dengan curah hujan yang rendah. Contoh: Nusa tenggara.
  3. Hutan Rawa, yakni hutan yang berada di daerah berawa dengan tumbuhan nipah tumbuh di hutan rawa. Contoh: Papua selatan, Kalimantan, dsb.
  4. Hutan Hujan Tropis, yakni hutan lebat/hutan rimba belantara yang tumbuh di sekitar garis khatulistiwa/ukuator yang memiliki curah turun hujan yang sangat tinggi. Hutan jenis yang satu ini memiliki tingkat kelembapan yang tinggi, bertanah subur, humus tinggi dan basah serta sulit untuk dimasuki oleh manusia. Hutan ini sangat disukai pembalak hutan liar dan juga pembalak legal jahat yang senang merusak hutan dan merugikan negara trilyunan rupiah. Contoh: hutan kalimantan, hutan sumatera, dsb.
  5. Hutan Musim, yakni hutan dengan curah hujan tinggi namun punya periode musim kemarau yang panjang yang menggugurkan daun di kala kemarau menyelimuti hutan.
Selain itu ada juga jenis hutan yang digolongkan menurut fungsinya:
  1. Hutan Wisata, hutan yang dijadikan suaka alam yang ditujukan untuk melindungi tumbuh-tumbuhan serta hewan/binatang langka agar tidak musnah/punah di masa depan. Hutan suaka alam dilarang untuk ditebang dan diganggu dialih fungsi sebagai buka hutan. Biasanya hutan wisata menjadi tempat rekreasi orang dan tempat penelitian.
  2. Hutan Cadangan, yakni hutan cadangan merupakan hutan yang dijadikan sebagai lahan pertanian dan pemukiman penduduk. Di pulau jawa terdapat sekitar 20 juta hektar hutan cadangan.
  3. Hutan Lindung, yakni hutan yang difungsikan sebagai penjaga ketaraturan air dalam tanah (fungsi hidrolisis), menjaga tanah agar tidak terjadi erosi serta untuk mengatur iklim (fungsi klimatologis) sebagai penanggulang pencematan udara seperti C02 (karbon dioksida) dan C0 (karbon monoksida). Hutan lindung sangat dilindungi dari perusakan penebangan hutan membabibuta yang umumnya terdapat di sekitar lereng dan bibir pantai.
  4. Hutan Produksi/Hutan Industri, yakni hutan yang dapat dikelola untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi. Hutan produksi dapat dikategorikan menjadi dua golongan yakni hutan rimba dan hutan budidaya. Hutan rimba adalah hutan yang alami sedangkan hutan budidaya adalah hutan yang sengaja dikelola manusia yang biasanya terdiri dari satu jenis tanaman saja. Hutan rimba yang diusahakan manusia harus menebang pohon denga sistem tebang pilih dengan memilih pohon yang cukup umur dan ukuran saja agar yang masih kecil tidak ikut rusak.


jenis tanah di indonesia



Indonesia adalah negara kepulauan dengan daratan yang luas, tapi tidak sekedar luas, ia juga kaya dengan jenis tanah yang berbeda-beda. Berikut ini adalah macam atau jenis tanah yang ada di wilayah Indonesia.

  • Tanah Humus, adalah tanah yang sangat subur terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat.

  •  Tanah Pasir adalah tanah yang bersifat kurang baik bagi pertanian yang terbentuk dari batuan beku serta batuan sedimen yang memiliki butir kasar dan berkerikil.

  • Tanah Alluvial/Tanah Endapan adalah tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian.

  • Tanah Podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah / dingin.


  • Tanah Vulkanik/Tanah Gunung Berapi adalah tanah yang terbentuk dari lapukan materi letusan gunung berapi yang subur mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dapat dijumpai di sekitar lereng gunung berapi.

  • Tanah Laterit adalah tanah tidak subur yang tadinya subur dan kaya akan unsur hara, namun unsur hara tersebut hilang karena larut dibawa oleh air hujan yang tinggi. Contoh: Kalimantan Barat dan Lampung.

  • Tanah Mediteran/Tanah Kapur adalah tanah sifatnya tidak subur yang terbentuk dari pelapukan batuan yang kapur. Contoh: Nusa Tenggara, Maluku, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

  • Tanah Gambut/Tanah Organosol adalah jenis tanah yang kurang subur untuk bercocok tanam yang merupakan hasil bentukan pelapukan tumbuhan rawa. Contoh : rawa Kalimantan, Papua dan Sumatera.

Demikianlah beberapa jenis tanah yang ada di indonesia, semoga informasi ini dapat memberi manfaat kepada pembaca sebagaimana tanah memberi manfaat yang teramat banyak dalam kehidupan ini.

manfaat hutan

Hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu: fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Secara resmi pemerintah menetapkan ketiga fungsi hutan tersebut sebagai fungsi pokok hutan. Hutan konservasi terdiri dari: (a) kawasan hutan suaka alam, (b) kawasan hutan pelestarian alam, dan (c) taman buru. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

Hutan konservasi merupakan kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan hutan suaka alam merupakan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan hutan pelestarian alam merupakan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Di tempat tertentu kadang terdapat kawasan hutan yang dijadikan dan dikelolah sebagai “taman buru” yakni kawasan hutan yang di tetapkan sebagai tempat wisata berburu.

Hutan merupakan suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup dalam lapisan dan permukaan tanah, yang terletak pada suatu kawasan dan membentuk suatu ekosistem yang berada dalam keadaan keseimbangan dinamis. Dengan demikian dari sistem yang kait-mengkait itu, hutan setidaknya memiliki manfaat utama sebagai berikut: 
  1. Hidrologis, artinya hutan merupakan gudang penyimpanan air dan tempat menyerapnya air hujan maupun embun yang pada akhirnya akan mengalirkannya ke sungai-sungai yang memiliki mata air di tengah-tengah hutan secara teratur menurut irama alam. Hutan juga berperan untuk melindungi tanah dari erosi dan daur unsur haranya. 
  2. Iklim, artinya komponen ekosistern alam yang terdiri dari unsur-unsur hujan (air), sinar matahari (suhu), angin dan kelembaban yang sangat mempengaruhi kehidupan yang ada di permukaan bumi, terutama iklim makro maupun mikro. 
  3. Kesuburan tanah, artinya tanah hutan merupakan pembentuk humus utama dan penyimpan unsur-unsur mineral bagi tumbuhan lain. Kesuburan tanah sangat ditentukan oleh faktor-faktor seperti jenis batu induk yang membentuknya, kondisi selama dalam proses pembentukan, tekstur dan struktur tanah yang meliputi kelembaban, suhu dan air tanah, topografi wilayah, vegetasi dan jasad jasad hidup. Faktor-faktor inilah yang kelak menyebabkan terbentuknya bermacam-macam formasi hutan dan vegetasi hutan. 
  4. Keanekaragaman genetik, artinya hutan memiliki kekayaan dari berbagai jenis flora dan fauna. Apabila hutan tidak diperhatikan dalam pemanfaatan dan kelangsungannya, tidaklah mustahil akan terjadi erosi genetik. Hal ini terjadi karena hutan semakin berkurang habitatnya.  
  5. Sumber daya alam, artinya hutan mampu memberikan sumbangan hasil alam yang cukup besar bagi devisa negara, terutama di bidang industri. Selain itu hutan juga memberikan fungsi kepada masyarakat sekitar hutan sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Selain kayu juga dihasilkan bahan lain seperti biofuel, damar, kopal, gondorukem, terpentin, kayu putih dan rotan serta tanaman obat-obatan. 
  6. Wilayah wisata alam, artinya hutan mampu berfungsi sebagai sumber inspirasi, nilai estetika, etika dan sebagainya.